Sunyaragi adalah tempat di mana para sultan dan
istri mereka datang untuk mandi dan bersantai. Litograf setelah drawing oleh
Wilsen. Halaman 8 dari folder "The Malay Archipelago", The Hague,
1865-1876, yang berisi 24 litograf warna properti tidak ada. TM-3728-430 t / m
TM 3728-479.
Gua Sunyaragi adalah sebuah gua yang berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon di mana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebagai Tamansari Sunyaragi. Nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya adalah sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sanskerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
Walaupun berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Tamansari Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan. Bagian-bagiannya terdiri dari 12 antara lain (lihat denah):
Menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan Giri Nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Hal itu dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil, dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candrasengkala Benteng Tinataan Bata yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Gua Sunyaragi adalah sebuah gua yang berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon di mana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebagai Tamansari Sunyaragi. Nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya adalah sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sanskerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
Fungsi setiap bagian gua
Walaupun berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Tamansari Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan. Bagian-bagiannya terdiri dari 12 antara lain (lihat denah):
- Bangsal jinem sebagai tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih.
- Gua pengawal sebagai tempat berkumpul par apengawal sultan.
- Kompleks Mande Kemasan (sebagian hancur).
- Gua pandekemasang sebagai tempat membuat senjata tajam.
- Gua simanyang sebagai tempat pos penjagaan.
- Gua langse sebagai tempat bersantai.
- Gua peteng sebagai tempat nyepi untuk kekebalan tubuh.
- Gua arga jumud sebagai tempat orang penting keraton.
- Gua padang ati sebagai tempat bersemedi.
- Gua kelanggengan sebagai tempat bersemedi agar langgeng jabatan.
- Gua lawa sebagai tempat khusus kelelawar.
- Gua pawon sebagai dapur penyimpanan makanan
Sejarah pembangunan gua Sunyaragi
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya Gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku Purwaka Caruban Nagari tulisan tangan Pangeran Kararangen atau Pangeran Arya Carbon tahun 1720. Sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari adalah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi. Menurut versi ini, Gua Sunyaragi didirikan tahun 1703 Masehi oleh Pangeran Kararangen, cicit Sunan Gunung Jati. Kompleks Sunyaragi lalu beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan.Menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan Giri Nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Hal itu dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil, dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candrasengkala Benteng Tinataan Bata yang menunjuk angka tahun 1529 M.
0 komentar:
Posting Komentar